Antara Aku, Kau dan Permen
Ingatkah kau? Saat kau luncurkan senyum terindah diwajahmu. Dilatari seragam putih abu-abu. Semoga bukan senyum pura-pura indah. Aku tau kau cantik. Sama tau katanya kita pacaran. Meski bukan cuma kau yang cantik. O, tentu. Boleh kau menamparku kalau mau. Tapi itu tetap tak membuat kau jadi wanita tercantik. Kau memang boleh cantik. Namun menurutku, bukan cantik kalau kau dan aku setiap hari harus mojok melulu di kantin. Bukan cuma soal tak cantik di kantongku tapi juga karena aku malu. Malu kalau harus ditonton dan bikin iri makhluk sekantin. Ya, aku memang badung dan rajin bikin onar. Kau juga masih ingat saat kemarin aku dipanggil Pak Karyo guru BK setelah aku adu gebuk sama Abeng gara-gara rebutan buah cherry yang pohonnya tumbuh di halaman rumah belakang sekolah.
"Kamu ini sudah besar. Sudah kelas tiga SMA. Tapi kelakuanmu tak pernah baik. Seharusnya kau jadi teladan untuk adik kelasmu. Bukan berantem melulu !" maki Pak Karyo lantang. Ah sialan ! Pak Karyo itu samasekali tak menghargai bakatku berkelahi. Nggak tau apa berkelahi juga butuh jurus-jurus sakti.
Kau tau, kata Pak Karyo itu adalah kali keduapuluhnya aku dipanggil ke ruang BK. O ow, rupanya Pak Karyo sudah hapal betul dengan hidungku. Tiap ada panggilan ke ruangannya bisa dipastikan akulah si terpanggilnya. Kalau toh ada yang lain, pasti tak bukan ia cuma si korban malang yang barangkali tingkat kebadungannya cukup bersaing; partner duelku. Tapi, biarpun badung begini aku juga berhak dong punya malu.
Ingatkah saat kau marah besar minggu lalu? Iya minggu lalu waktu aku lupa tak mengucapkan selamat ulang tahun untukmu. Maaf. Taukah kau perempuanku, aku tak benar-benar lupa soal tanggal berapa kau dirilis ke dunia ini. Aku cuma ingin memberi tahu kamu bahwa cinta tak cuma ucapan selamat ulang tahun melulu. Selama ini cinta kita sekedar tercebur dalam semangkok bakso dan sepiring nasi goreng. Cinta kita terkadang juga suka nyelip ke perpustakaan berlagak cari buku. Cinta dan sayang kita terlalu asyik bergembira di atas jok skuter selepas bel sekolah berteriak. Aku takut jika tiba-tiba roda skuter itu melindas lobang jalanan yang memang melimpah di negeri kita. Sementara kita tak pernah tahu dan tak mau tahu, tak ayal jika kita akan kecelakaan dengan entengnya. Dari itu, aku ingin kau turun sejenak dan jongkok memelototi lobang jalan itu dengan seksama. Sudah kelihatan? Oke, cukup. Jangan lama-lama, sebab di depan juga masih banyak lobang yang sama atau malah lebih besar bak empang gurameh.
Cantik, taukah kau cantik.. Ah, kenapa terlalu banyak kata cantik? Tahukah kau cantik bahwa aku sudah sepuluh kali menuliskan kata cantik sedari tadi. Tambah satu dalam kalimat yang terakhir sebelum kalimat ini. Hmm, ini tulisan perlu diaudit ulang sebelum kau baca.
Betinaku, kau mau permen? Iya, permen. Bukan lagi bakso. Aku ingin cinta kita tak melulu seperti bakso dari kantin matre itu. Tapi aku juga ingin cinta kita seperti PERMEN. Permen yang walaupun kecil namun sungguh jangan kau pikir kecil. Permen bagiku adalah suatu simbol kemurahan hati, kasih sayang, setia kawan dan keikhlasan. Dengan adanya permen kita bisa saling berbagi. Tak kutemukan ikhlasnya seseorang berbagi bermangkok bakso seikhlas berbagi permen. Permen yang walaupun kecil namun sungguh ia mampu menambal bosannya mengikuti pelajaran sejarah yang dibawakan Pak Wawan dengan angkernya. Ia bisa menjadi instrumen penghangat keakraban antara teman dengan teman. Menjadi obat mujarab saat adikku asyik menangis semena-mena. Dan banyak lagi khasiat dari permen.
Itulah kenapa permen masih terus diproduksi hingga sekarang. Kini, ragam permen sudah beranak-pinak. Mulai yang manis sampai yang pedas. Mulai yang rasa buah sampai rasa susu. Dari yang polos sampai yang belang-belang. Entah kapan permen pertamakali diciptakan sayang. Aku tak tahu. Apa perlu kita tanyakan pada Pak Wawan besok? Ah, kelamaan. Kalau kau membolehkanku untuk sok tahu, barangkali permen bahkan sudah ada semenjak Raja Fir'aun masih ingusan.
Sayang, bukan aku berniat pelit. Tapi memang kadang-kadang keadaan menjepit. Makanya terkadang bisa dengan sendirinya pelit. Tapi, ini memang pelit yang terencana, pelit untuk tidak pelit. Ah, kok jadi berbelit-belit.
Sayang, aku cinta permen
Sayang, permen itu legit
Sayang, permen itu nggak pelit
Sayang, ah sayang..
Sayang, aku rasa perlu kuminta maaf pasal ini tulisan. Entah ini surat, puisi nyungsep atau gombalan belaka aku tak tahu. Yah, kau tahulah aku ini bukan pencetak kata indah yang kau sebut pujangga. Maka, ketika kucoba menulis yang tujuan awalnya adalah puisi cinta untukmu malah jadinya puisi brengsek gaya kesetanan begini. Untukmu, pernah kuikuti latihan menulis puisi, lomba bikin puisi, baik itu di sekolah kita ataupun di jagat maya. Tapi hasilnya tetap brengsek pula. Saking brengseknya hingga bukan pujian, penghargaan ataupun hadiah yang kudapat. Tapi berlusin-lusin kutukan. Malah hampir saja aku dilempari bom buku. Miris. Dari itu, mohon kau mengerti. Kalau toh tak berkenan di hati, mohon maaf kau beri. Kalaupun tak sudi, yaa.. Aku pasrah saja kalau kau kutuki.
Dariku yang kau cintai: Puja Brengsek Pecinta Permen.
I Love You Permen !
NB: Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ditemukan kesamaan dalam nama tokoh, karakter, setting dan tempat, mohon jangan menghujat tulisannya. Sopanlah sedikit. Salahkan saja Puja Brengsek selaku pengarangnya. Bagi yang protes akan dikenakan denda sebutir permen. Sayang, apa kau punya permen?
Pekanbaru, 28 May 2011 by Puja K.
Dibaca: 2664